Senin, 07 Mei 2018

ASTREA GRAND 1998

Udin adalah seorang mahasiswa disuatu daerah yang banyak dikatakan spririt of java. Tubuh kurus berjenggot tipis bermotor astrea grand keluaran pertama yang sering batuk batuk ketika dikendarai begitulah udin yang bertekad keras untuk berkuliah di sebuah universitas negeri. Seorang anak desa dikaki gunung lawu yang punya mimpi untuk bergelar sarjana. Tak ayal memang di desanya gelar masih menjadi tolok ukur kemapanan keluarga. Entah memang membudaya disebuah desa dimana gelar meningkatkan kewibawaan suatu keluarga. Udin tau bukan itu alasan utama dia masuk ke universitas negeri tetapi kepercayaan orang tua dan niat yang besar untuk berbakti kepada negeri adalah alasan utamannya. Dimulailah petualangan udin mengenyam bangku perkuliahan.

Seorang yang terlahir dari keluarga penopang pangan bangsa atau sering dikatakan petani bukan perkara mudah untuk kuliah di universitas negeri. Udin juga meyakini itu bahwa langkahnya memilih untuk kuliah bukan hal yang mudah. Untungnya udin bukan tipe orang yang suka menyerah terhadap keadaan, itu terbukti bahwa udin yang super cupu dan real anak desa berani untuk pergi ke kota demi cita citanya. Lulus dari SMA yang notabene islam dan semi pondok udin mulai belajar bersosialisasi dengan yang lain. Tetapi udin sangat lemah ketika menghadapi seorang wanita karena ketika sma dia berada penjara suci versi teman teman udin, dimana tak boleh mata sekalipun memandang siswa putri atau sekedar berkomunikasi. Sifat religius udin terbentuk di dalam jiwa nya. Tekadnya untuk kuliah telah meluluhkan hati untuk tidak sepeti teman temannya yang ketika udah lulus sma bak lepas dari penjara dan sebebas bebas.

Tiabalah waktunya penerimaan mahasiswa baru atau dikenal sebagai SNMPTN ketika itu. Pintu untuk masuk perguruan tinggi negeri yang sebagian lulusan SMA menganggapnya peruntukan nasib untuk setahun kedepan. Pilihannya masuk kuliah atau menganggur atau kerja. Kekhawatiran udin pun sama ketika tidak diterima di universitas negeri yaitu mau ngapain setelah itu dengan pengalaman kerja nol persen, ujungnya juga pengangguran menunggu SNMPTN selajutnya. Pendaftaran ujian SNMPTN sudah dibuka, udin yang memang berniat masuk perguruan tinggi negeri mulai merapikan tas untuk pergi kekota mendaftarkan di bank. Bank menjadi hal yang asing di benak udin, karena sejak SD sampai SMA udin hanya mendapatkan teori bahwa bank adalah tempat menyimpan uang tapi udin tidak tau mekanismenya seperti apa. Bermodalkan uang 150.000 hasil bapaknya mencangkul dilahan tetangga selama 3 hari diberikan untuk modal membayar pendaftaran kuliah. Cukup berani memang keputusan udin untuk berangkat sendiri ke kota dengan motor tua bermodalkan 150.000 dimana 100.000 untuk biaya pendaftaran dan 50.000 untuk biaya jaga jaga. Sekali lagi tekad kuatlah yang menggerakkan kaki untuk menggenjot motor tua nya berangkat ke kota.

Perjalanan ke kota dengan bermodal dengkul dilakukan udin. Wajah penuh ambisi menghiasi setiap perjalanan menuju jalan perkotaan. Motor udin hanya bejalan sebatas 40 km/jam menyusuri jalan karena faktor usia. Astrea grand warisan dari mbah kakungnya kemudian kepada pakde nya sampai akhirnya dibawa bapak udin. Astrea berjalan pelan bersama motor yang baru bermesin matic yang menyalip dengan cepat. Sesekali udin menjadi bahan pandangan mata karena cara berpakaian udin yang unik. Udin memang seorang yang rabi bahkan berkendarapun dia rapi, bercelana jeans bapaknya berbaju putih bekas seragam sma yang dilepas bed nya dan dilapisi jaket hadiah dari saudaranya yang beli motor baru. Sepatu khas pantopel biasa untuk among tamu digunakan udin dan helm hadiah pembelian motor astrea ketika dulu dan sudah tanpa kaca menempel dikepala udin. Mata pengguna jalan sesekali melirik udin yang berdandan rapi layaknya mau bertemu pejabat tinggi.

Desa demi desa dilalui udin dengan bermodalkan ingatan sewaktu diajak teman ke kota waktu beli knalpot di pasar loakkan dikota. Sesekali udin memandangi arah penunjuk jalan yang telah terpasang dipinggir jalan. Dalam presepsi udin dia harus selalu mengikuti arah ke barat dan melihat arah kota solo. Tiba di pertigaan atau perempatan udin selalu berhenti untuk memastikan bahwa jalannya telah benar. Melaju pelan sambil menikmati suasana kota udin memacu motornya. Terdengar suara "cssssssss" dari arah ban motor udin kemudian dilihatnya ban motor udin. Paku bekas tukang yang sedang bekerja menancap di ban udin. Kepanikan mulai muncul diwajah udin, tapi dia mencoba tenang dan mulai menuntun motor menuju tambal ban terdekat. Dilihatlah matahari diatasnya sudah hampir berada di ubun ubunnya, yang membuat hati udin gelisah tak menentu. Mengingat hari terakhir pendaftaran ditutup jam 4. Semakin cepat langkah udin menuntun motornya, keringat mulai membanjiri tubuh udin. Dengan hati yang sangat gelisah karena tak kunjung menemukan tempat tambal ban, ada seorang bapak bapak setengah tua menghampiri udin "ada apa mas? " tanya bapaknya, " anu ini pak, ban saya bocor pak. kira kira dimana letak tambal ban ya pak" tanya udin, "Masih lumayan jauh mas, dideket desa adanya" jawab bapaknya. Mendengar itu hati udin semakin tak karuan, takut dia tak bisa mendaftar ke universitas. Kemudian bapak yang menemui udin turun dari motornya dan melihat lihat ban yang bocor. Diambil dari dalam jok motor 3 buah kunci pas lalu tanpa berkata kata melepas ban motor udin, udin kaget dan bertanya " hloo pak mau dibawa kemana ban motor saya? " bapak menjawab " Kasian mas nya nanti, ini ban nya saya kasihkan ke tambah ban biar ditambal nanti saya kembali kesini tak pasang lagi mas". mendengar jawaban bapaknya hati si udin yang semula gelisah bak terkena es yang dingin langsung tenang dan berterimakasih kepada bapaknya " MasyaAllah, matursuwun bapak" tangkas udin. .

Sambil bersandar dibawah pohon dipinggir jalan dan memandangi motor motor yang lewat udin menunggu bapaknya yang sedang ke tambal ban. Adzan waktu dhuhur sudah sahut menyahut memecah suasana. Sesekali udin menengok jalan tempat arah bapak membawa ban nya. Ditunggu 10-15 menit tidak sampai sampai, hingga tepat pukul setengah satu bapaknya datang membawa ban motornya. Dengan sigap bak montir handal diarena formula 1 diperlihatkan bapaknya dalam memasang ban. Tak berselang lama ban sudah terpasang dan dicoba dinyalakan motornya, udin pun nampak ceria motornya kembali normal. Udin kembali gelisah ketika hendak mengambil dompetnya, kemudian diambil dompet dalam kantongnya hendak memberikan imbalan untuk bapaknya. Diambil uang 50.000 an diberikan kepada bapaknya, tapi bapaknya menolak " tidak usah mas, gak apa apa buat bekal mas nya aja" kata bapaknya, mendengar itu udin merasa terharu kemudian menawarkan minum kepada bapaknya sambil duduk dibawah pohon. Mulailah percakapan antara kedua nya, bapak bertanya " hla ini mas nya mau kemana kelihatan rapi?", "saya mau mendaptar universitas negeri pak" jawab udin, " wah iya to mas, anak perempuan saya juga mendaftar mas, rencananya mau di UNS mas" saut bapaknya. Udin merasa penasaran kepada jawaban bapak, naluri seorang remaja laki laki ketika diceritakan seorang perempuan. Udin berbalik bertanya " oh sama berarti pak saya juga mau mendaftar di UNS pak", Bapaknya menyaut " semoga diterima ya mas, dan sukses ujiannya. doakan anak saya juga diterima", "iya pak, insyaAllah" jawab udin. Tiba tiba bapak mengajak udin untuk ke rumahnya dan mengenalkan anak perempuannya yang diceritakan, karena udin merasa harus segera ke bank untuk mendaftar dengan halus menolaknya. Tapi rasa penasaran terhadap anak perempuan bapaknya muncul dan hendak bertanya nama namun udin tau kalau tak semestinya bertanya. Senyum bapaknya nampak antusias dan begitu senang melihat wajah udin penuh perjuangan, seolah tahu apa yang ada dihati udin kemudian bapaknya berkata " Nama anak saya palupi mas, semoga nanti kalau sama sama diterima bisa ketemu" . Seketika itu juga senyum malu udin pun terpancar dari wajahnya. Sambil berpamitan bapaknya pergi kearah rumahnya dan udin juga mulai bergerak menuju ke bank. Seolah memperolah angin segar, udin mulai memacu motor dengan lebih cepat supaya cepat sampai. Sambil senyum senyum setelah terbesit sebuah nama didalam hati udin, rasa penasaran itulah yang membuat motivasi semakin besar untuk diterima diuniversitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar